Sejak MPR fungsinya dikebiri oleh Amin Rais era 2000-an peran DPR di Indonesia selaku peran legislatif bersama presiden+pemerintah selaku peran eksekutif menjadi sangat tidak tertandingi. Di era dimana oposisi tidak ada, maka kebijakan bisa disesuaikan dengan kebutuhan partai penguasa pada saat itu. Masyarakat bisa memilih. Lalu apakah masyarakat bisa memonitor? At least agar selanjutnya bisa memilih lagi berdasarkan hasil evaluasi?
Jawabannya: Bisa memonitor dari pilihan berita media yang di blowup. Sudah menjadi rahasia umum media TV/kanal digital itu dikuasai pihak pihak tertentu yang berafiliasi dengan partai tertentu. Kalaupun tidak seringkali beritanya bisa dikatrol. Contoh simpel ya PR/Media komunikasi perusahaan saja bisa mendirect sebuah gagasan citra dari brand/perusahaan mereka, apalagi partai politik yang bertaruh kue kekuasaan.
Saya terpikir dulu di zaman calciopoli sepakbola di Italia era 2000-an, ada suatu lembaga atau segmen media yang membahas performa wasit-wasit yang mengawal pertandingan di liga Italia. Jadi kalau setiap kinerja wasit semua orang bisa nonton dibahas di sana. Harapannya mungkin wasit terawasi dan kalau citranya buruk mungkin karir perwasitannya terancam. Walaupun ending ceritanya jelek sih, di era itu segmen analisis wasit itu justru menjadi alat calciopoli Moggi untuk mengancam wasit agar mau mengatur skor sesuai keinginan Luciano Moggi. Jika nggak nurut, maka wasit tersebut akan dibully dibuat citranya jelek. Artinya ketika lembaga pengawas dikendalikan oleh orang lain akan menjadi bahaya juga. Sebut saja MPR era pra Amin Rais, KPK, dll.
Balik lagi ke topik awal. Sebenarnya berharap ada di Indonesia yang mengawasi DPR secara transparan. Media bekerja kalau ada arahan dari yang punya atau lagi viral. Saya kepikiran gimana kalau ada suatu media (saya terpikir semacam kumparan), yang membuat database big data kinerja dari level fraksi kepartaian politik sampai individu anggota dpr. DPR aja dulu yang kelihatan publik, gak usah sampai DPRD.
Cara kerjanya mungkin bisa begini:
- Setahu saya rapat DPR itu bisa diakses publik (contohnya kasus anggota DPR main judi slot aja ketahuan). Nah si wathcmen legalist ini nantinya rutin hadir/meliput setiap rapat DPR. Tugas reporter ini nantinya mencatat fraksi/anggota DPR yang:
- (1) aktif/pasif, berapa kali melakukan pendapat, memberi argumen, dll. Ibaratnya kalau di sepak bola statistik mulai dari menit bermain, Xg, Xa, assist, goal, semua dicatat. Jadi bisa dievaluasi satu periode fraksi/peranggota DPR itu berapa persen aktif.
- (2) Arah politik juga perlu dicatat. Setiap ide gagasan kebijakan legislatif perlu dimonitor. Misal ada kebijakan tentang UU Tenaga kerja. Bias politiknya ke arah mana. Mana yang abstain, mana yang mengusulkan ide tertentu, mana yang menolak ide tertentu. Tidak ada ide yang baik atau buruk. Yang ada ide untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu. Apakah itu mewakili masyarakat Indonesia keseluruhan? Pastinya memenuhi kebutuhan/niat/visi mayoritas anggota DPR yang voting
In the end ini akan menjadi database besar yang dicatat berdasarkan fakta setiap rapat DPR berlangsung. Setiap periode pemilu acap kali kita memilih tanpa tahu track record orang-orang atau partai politik yang kita pilih. Wajar saja kalau ada yang menjadi apatis dan memilih menjadi golput. Tentu saja yang seperti ini bisa ada draw backnya seperti kemungkinan campur tangan orang lain, tentangan dari penguasa (dengan dalih UU ITE), hacking, pengebirian media yang membuat sistem ini, dan lain-lain.
Hanya berharap Indonesia memilih bukan karena kenal artisnya atau ngikut mayoritas. Biarkan swing voters yang tidak fanatik memilih berdasarkan track record partainya.